4. Timbal (Pb)
Pengaruh Pb pada kesehatan yang terutama adalah pada sintesa
haemoglobin dan sistem pada syaraf pusat maupun syaraf tepi. Pengaruh pada
sistem pembentukkan Hb darah yang dapat menyebabkan anemia, ditemukan pada
kadar Pb-darah kelompok dewasa 60-80µg/100 ml dan kelompok anak > 40 µg/100
ml. Pada kadar Pb-darah kelompok dewasa sekitar 40 µg/100 ml diamati telah ada
gangguan terhadap sintesa Hb, seperti meningkatnya ekskresi asam aminolevulinat
(ALA). Pengaruh pada enzim §-ALAD dapat diamati pada kadar Pb-darah sekitar
10µg/100 ml. Akumulasi protoporfirin dalam eritrosit (FEP) yang merupakan
akibat dari terhambatnya aktivitas enzim ferrochelatase , dapat terlihat pada
wanita edngan kadar Pb-darah 20-30 µg/100 ml, pada pria dengan kadar 25-35
µg/100 ml, dan pada anak dengan kadar > 15 µg/100 ml. Pengaruh Pb terhadap
hambatan aktivitas enzim ALAD tidak menyatakan adanya keracunan yang
membahayakan, tetapi dapat menunjukkan adanya pajanan Pb terha dap tubuh.
Meningkatnya ekskresi ALA dan akumulasi FEP dalam urin mencerminkan adanya
kerusakan fungsi fisiologi yang pada akhirnya dapat merusak fungsi
metokhondrial.
Pengaruh pada syaraf otak anak diamati pada kadar 60µg/100 ml, yang
dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan mental anak. Penelitian pada
pengaruh Pb yang dikaitkan IQ anak telah banyak dilakukan tetapi hasilnya belum
konsisten. Sistem syaraf pusat anak lebih peka dibandingkan dengan orang
dewasa. Gangguan terhadap fungsi syaraf orang dewasa berdasarkan uji psikologi
diamati pada kadar Pb darah 50 µg/100 ml. Sedangkan gangguan sistem syaraf tepi
diamati pada kadar Pbdarah 30 µg/100 ml. Timbel dapat menembus plasenta, dan
karena perkembangan otak yang khususnya peka terhadap logam ini, maka janinlah
yang terutama mendapat resiko.
5. Ozon
Karena ozon lebih rendah lagi
larutannya dibandingkan SO2 maupun NO2, maka hampir semua
ozon dapat menembus sampai alveoli. Ozon merupakan senyawa oksidan yang paling
kuat dibandingkan NO2 dan bereaksi kuat dengan jaringan tubuh.
Evaluasi tentang dampak ozon dan oksidan lainnya terhadap kesehatan yang
dilakukan oleh WHO task group menyatakan pemajanan oksidan fotokimia pada kadar
200-500 µg/m³ dalam waktu singkat dapat merusak fungsi paru-paru anak,
meningkat frekwensi serangan asma dan iritasi mata, serta menurunkan kinerja
para olaragawan.
Oksidan fotokimia masuk kedalam
tubuh dan pada kadar subletal dapat mengganggu proses pernafasan normal, selain
itu oksidan fotokimia juga dapat menyebabkan iritasi mata. Beberapa gejala yang
dapat diamati pada manusia yang diberi perlakuan kontak dengan ozon, sampai
dengan kadar 0,2 ppmtidak ditemukan pengaruh apapun, pada kadar 0,3 ppm mulai
terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan. Kontak dengan Ozon pada kadar
1,0–3,0 ppm selama 2 jam pada orang-orang yang sensitif dapat mengakibatkan
pusing berat dan kehilangankoordinasi. Pada kebanyakan orang, kontak dengan
ozon dengan kadar 9,0 ppm selama beberapa waktu akan mengakibatkanedema
pulmonari.
6. Partikulat (TSP, PM10, PM 2,5)
Partikulat adalah padatan ataupun likuid di udara dalam bentuk asap,
debu dan uap yang berdiameter sangat kecil (mulai dari <1 mikron sampai
dengan 500 mikron), yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama.
Disamping mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap
ke ke dalam sistem pernafasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernafasan dan
kerusakan paru-paru. Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernafasan akan
disisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan
pada saluran pernafasan atas, sedangkan partikel kecil yang dapat terhirup (inhalable)
akan masuk ke paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam waktu yang lama. Partikel inhalable adalah
partikel dengan diameter di bawah 10 µm (PM10). PM10 diketahui dapat
meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan
pernafasan, pada konsentrasi 140 µg/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada
anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 µg/m3 dapat memperparah kondisi penderita
bronkhitis. Toksisitas dari partikel inhalable tergantung dari komposisinya
Partikel inhalable juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu partikel
yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi
fisik-kimia di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk
dari gas SO2 dan NOx. Umumnya partikel sekunder berukuran 2,5 mikron
atau kurang. Proporsi mayor dari PM2,5 adalah amonium nitrat, ammonium sulfat,
natrium nitrat dan karbon organic sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di
atmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar
udara lintas batas yang ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang
jauh dari sumbernya. Partikel sekunder PM2,5 dapat menyebabkan dampak yang lebih
berbahaya terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan
untuk terhisap dan masuk lebih dalam ke dalam sistem pernafasan tetapi juga
karena sifat kimiawinya.
Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable serta bersifat asam akan bereaksi
langsung di dalam sistem pernafasan, menimbulkan dampak yang lebih berbahaya
daripada partikel kecil yang tidak bersifat asam. Partikel logam berat dan yang
mengandung senyawa karbon dapat mempunyai
efek karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas
atau semi-gas karena menempel pada permukaannya. Termasuk ke dalam partikel
inhalable adalah partikel Pb yang diemisikan dari gas buang kendaraan bermotor
yang menggunakan bahan bakar mengandung Pb. Timbal adalah pencemar yang
diemisikan dari kendaraan bermotor dalam bentuk partikel halus berukuran lebih
kecil dari 10 dan 2,5 mikrometer.
DAMPAK
TERHADAP EKOSISTEM DAN LINGKUNGAN
|
Sumber [2] |
1. Sulfur
Dioksida
Sulfur dioksida merupakan salah satu kontributor utama hujan asam. Pada
dasarnya hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, yakni SO2 dan
NOx. Sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer di seluruh dunia terjadi
secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan yang
terjadi secara alami pula. Namun 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia.
Kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan emisi SO2 antara lain
peleburan logam dan pembangkit listrik. Terjadinya hujan asam harus diwaspasai
karena dampak yang ditimbulkan bersifat global dan dapat menganggu keseimbangan
ekosistem yang ada. Kelebihan zat asam pada danau akan mengakibatkan spesies
yang ada didalamnya sulit bertahan. Jenis plankton dan invertebrate adalah
makhluk yang akan pertama kali mati akibat pengaruh pengasaman. Jika pH pada
danau dibawah 5, lebih dari 75% dari spesies ikan akan hilang (Anonim, 2002).
Ini disebabkan oleh pengaruh rantai makanan, yang secara signifikan berdampak
pada keberlangsungan ekosistem yang telah berjalan.
2. Nitrogen
dioksida
Oksida nitrogen juga merupakan kontributor utama smog dan deposisi
asam. Nitrogen oksida bereaksi dengan senyawa organik volatil membentuk ozon
dan oksidan lainnya seperti peroksiasetilnitrat (PAN) di dalam smog fotokimia,
dan dengan air hujan menghasilkan asam nitrat dan menyebabkan hujan asam.
Deposisi asam basah (hujan asam) dan kering (bila gas NOx membentuk partikel
aerosol nitrat dan terdeposisi ke permukaan bumi) dapat membahayakan tanaman,
pertanian, ekosistem perairan dan hutan. Hujan asam dapat mengalir memasuki
danau dan sungai lalu melepaskan logam berat dari tanah serta mengubah
komposisi kimia air. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan dan bahkan
memusnahkan kehidupan air.
3. Karbon
Monoksida
Karbon monoksida pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan
gangguan ekosistem serta lingkungan. Akibatnya, kualitas udara menjadi menurun
akibat karbon monoksida dalam konsentrasi yang jauh melebihi ambang batas yang
seharusnya.
4. Timbal
Transportasi dan distribusi timbal dari sumber
emisi utama sebagian besar melalui medium udara. Ketika timbal keluar melalui
aliran udara, maka sekitar 20% timbal akan terdispersi menyebar secara luas. Di
dalam tanah, timbal terakumulasi, terutama oleh tanah dengan kandungan organic
tinggi. Timbal disimpan di dalam tanah kemudian ditransfer hingga lapisan atas
permukaan tanah dimana ia dapat bertahan selama bertahun-tahun bahkan hingga
2000 tahun. Pada ekosistem yang belum dijamah, material organic pada bagian
atas permukaan tanah dapat menahan timbal. Sedangkan pada tanah yang sudah
dijamah, timbal akan bercampur dengan tanah hingga kedalaman tertentu bahkan
hingga zona akar. Timbal yang berada di dalam tanah dapat berpindah dan
menempel pada mikroorganisme dan mempengaruhi rantai makanan.
5. Ozon
Ozon dapat memiliki efek merugikan pada tanaman dan
ekosistem. Efek ini meliputi:
- hilangnya keanekaragaman spesies (kurang
berbagai tanaman, hewan, serangga, dan ikan)
- perubahan pada berbagai spesifik tanaman ini di
hutan
- perubahan kualitas habitat
- perubahan air dan nutrisi siklus
- mengganggu kemampuan tanaman untuk memproduksi dan menyimpan makanan, membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit tertentu, serangga, polutan lainnya, kompetisi dan cuaca yang keras;
- merusak daun pohon dan tanaman lainnya, berdampak negatif pada penampilan vegetasi perkotaan, serta vegetasi di taman nasional dan tempat rekreasi
- mengurangi pertumbuhan hutan dan hasil panen, berpotensi berdampak keragaman spesies dalam ekosistem
6.
Partikulat (TSP, PM10, PM 2,5)
Partikel dapat terbawa hingga jarak jauh oleh angin dan kemudian
menetap di tanah atau air. Tergantung pada komposisi kimianya, efek dari
pengendapan partikulat dapat mencakup:
·
mengubah keseimbangan nutrisi di perairan
pesisir dan lembah sungai yang besar
·
penipisan nutrisi dalam tanah
·
merusak hutan sensitif dan tanaman pertanian
·
mempengaruhi keragaman ekosistem
·
berkontribusi terhadap efek hujan asam
DAMPAK TERHADAP HEWAN
|
Sumber [3] |
1. Sulfur
dioksida
Hewan memiliki ambang toleransi terhadap hujan asam. Spesies hewan
tanah yang mikroskopis akan langsung mati pada saat pH tanah meningkat, karena
sifat hewan mikrosopis adalah sangat spesifik dan juga rentan pada perubahan
lingkungan yang signifikan atau ekstrim. Jika jumlah produsen atau tumbuhan
menurun, maka spesies hewan akan kekurangan bahan makanan sehingga populasi
dari hewan akan berkurang pula. Berbagai penyakit juga dapat ditimbulkan akibat
kulit hewan yang terkena air dengan tingkat keasaman tinggi. Hal ini berujung
pada kepunahan spesies dari hewan.
2. Nitrogen
Dioksida
Sama seperti halnya sulfur dioksida, nitrogen dioksida akan mengancam
keberadaan spesies hewan di dunia akibat hujan asam yang ditimbulkannya. Akibat
timbulnya hujan asam, tumbuhan pembuat makanan produksinya akan menurun. Hal
ini berimbas pada penurunan spesies hewan herbivora yang kekurangan bahan
makanan. Spesies hewan tanah mikroskopis seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya juga akan mati pada saat pH tanah meningkat, karena hewan spesies
ini rentan terhadap perubahan lingkungan yang dirasa ekstrim. Air asam juga
mampu menimbulkan berbagai penyakit kepada hewan , salah satunya penyakit kulit
akibat tetesan air yang terkena pada hewan.
3. Karbon
Monoksida
Akibat dari produksi karbon monoksida yang berlebihan, hal ini dapat
mempengaruhi terjadi efek rumah kaca yang mengakibatkan terjadinya pemanasan
global. Jika pemanasan global semakin parah, maka dapat terjadi perubahan iklim
yang mampu mengancam habitat hewan karena tidak mampu lagi bertahan hidup
akibat perubahan kondisi hidup sekitarnya yang berubah secara ekstrim. Selain itu, sama seperti yang terjadi pada
manusia, hewan juga dapat mengalami keracunan karbon monoksida akibat
hemoglobin pada darah bukan mengikat oksigen, melainkan mengikat karbon
monoksida. Hal ini dapat menyebabkan kematian pada hewan.
4. Timbal
Timbal mempengaruhi sistem saraf
pusat hewan dan menghambat kemampuan mereka untuk mensintesis sel darah merah.
konsentrasi darah utama di atas 40 mg / dl dapat menghasilkan gejala klinis
diamati pada hewan domestik. Kalsium dan fosfor dapat mengurangi penyerapan
timbal dalam proses pencernaan. Laporan US EPA menyatakan bahwa diet teratur
2-8 mg timbal per kilogram berat badan per hari, selama jangka waktu tertentu,
akan menyebabkan kematian pada kebanyakan hewan. hewan ternak dapat secara langsung dipengaruhi oleh
konsumsi pakan yang terkontaminasi oleh
timbal di udara dan secara tidak langsung oleh timbal yang diserap melalui akar tanaman.
Invertebrata juga dapat mengakumulasi timbal
hingga mencapai tahap toxic bagi predator mereka.
Keberadaan timbal dapat mengancam ekosistem. Setelah tiga sampai
sepuluh hari unggas air mengonsumsi
timbal, racun akan mencapai aliran darah dan dibawa ke organ utama, seperti
jantung, hati dan ginjal. Dengan 17 hari 21 burung dapat jatuh ke daratan hingga mati. Setelah
mengonsumsi timbal, kadar toksiksitas telah diamati pada angsa Magpie , Black Swan, dan beberapa spesies bebek lainnya (termasuk
bebek hitam dan bebek Musk) dan spesies pandir . Timbal organik jauh lebih
mudah diambil oleh burung dan ikan. Organisme air mengambil timbal anorganik
melalui transfer timbal dari air dan sedimen; ini adalah proses yang relatif
lambat. Timbal organic dapat dengan cepat diambil oleh organisme air dari air
dan sedimen. Hewan air dipengaruhi oleh timbal pada konsentrasi air yang lebih
rendah daripada yang diperkirakan sebelumnya aman bagi satwa liar.
5. Ozon
Akibat ekosistem yang terganggu oleh produksi ozon, maka rantai makanan
juga akan ikut terganggu. Sehingga, hal ini akan mengancam keberadaan populasi
hewan sehingga ekosistem yang berjalan tidak seimbang. Faktor yang utama
mengakibatkan hal ini adalah terancamnya tumbuhan-tumbuhan autotrof, yang merupakan
produsen dari rantai makanan, dimana tumbuhan merupakan sumber makanan utama
dari hewan herbivora.
6.
Partikulat (TSP, PM10, PM 2,5)
Partikulat ikut berperan dalam
terganggunya pertumbuhan tanaman, hujan asam, dan berbagai kerusakan ekosistem
lain yang telah dijelaskan sebelumnya. Akibatnya, populasi hewan akan terancam
akibat tumbuhan-tumbuhan autotroph tidak dapat memproduksi makanan dan
menganggu siklus rantai makanan yang berjalan.
DAMPAK
TERHADAP TUMBUHAN
|
Sumber [4]
|
1. Sulfur
Dioksida
Walaupun SO2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia hanya
merupakan bagian kecil dari SO2 yang ada di atmosfer, namun gas ini
memberikan pengaruh serius karena dapat langsung meracuni makhluk disekitarnya.
Selain itu, sulfur dioksida juga berbahaya bagi tanaman. Adanya gas ini pada
konsentrasi tinggi dapat membunuh jaringan pada daun, pinggiran daun dan daerah
diantara tulang-tulang daun rusak. Pada tumbuhan, daun adalah bagian yang
paling peka terhadap pencemaran SO2. Pada bagian daun pada tumbuhan
yang tercemar, akan terdapat bercak atau noda putih atau coklat merah pada
permukaan daun. Dalam beberapa hal, kerusakan pada tumbuhan ini disebabkan
karena SO2 dan SO3 di udara, yang masing-masing membentuk asam
sulfit dan asam sulfat. Suspensi asam di udara ini dapat terbawa turun ke tanah
bersama air hujan dan mengakibatkan air hujan bersifat asam. Sifat asam dari air
hujan ini dapat menyebabkan korosif, termasuk bahan pakian dan tumbuhan.
2. Nitrogen
dioksida
Pencemaran udara telah menghambat fotosintesis dan immobilisasi hasil
fotosintesis dengan pembentukan metabolit sekunder yang potensial beracun.
Sebagai akibatnya akar kekurangan energi, karena hasil fotosintesis tertahan di
tajuk. Sebaliknya tahuk mengakumulasikan zat yang potensial beracun tersebut.
Dengan demikian pertumbuhan akar dan mikoriza terhambat sedangkan daunpun
menjadi rontok. Pohon menjadi lemah dan mudah terserang penyakit dan hama.
Penurunan pH tanah akibat deposisi asam juga menyebabkan terlepasnya
aluminium dari tanah dan menimbulkan keracunan. Akar yang halus akan mengalami
nekrosis sehingga penyerapan hara dan iar terhambat. Hal ini menyebabkan pohon
kekurangan air dan hara serta akhirnya mati. Hanya tumbuhan tertentu yang dapat
bertahan hidup pada daerah tersebut, hal ini akan berakibat pada hilangnya
beberapa spesies. Ini juga berarti bahwa keragaman hayati tamanan juga semakin
menurun.
Kadar NO2 sebesar 25 ppm yang pada umumnya
dihasilkan adari emisi industri kimia, dapat menyebabkan kerusakan pada banayak
jenis tanaman. Kerusakan daun sebanyak 5 % dari luasnya dapat terjadi pada
pemajanan dengan kadar 4-8 ppm untuk 1 jam pemajanan. Tergantung dari jenis
tanaman, umur tanaman dan lamanya pemajanan, kerusakan terjadi dapat
bervariasi. Kadar NO2 sebesar
0,22 ppm dengan jangka waktu pemajanan 8 bualan terus menerus, dapat
menyebabkan rontoknya daun berbagai jenis tanaman.
3. Karbon
Monoksida
Sama seperti yang terjadi pada hewan, tumbuhan yang tidak mampu
beradaptasi pada perubahan lingkungan dan suasana yang ekstrim, tidak akan
mampu bertahan hidup. Karbon monoksida merupakan salah satu gas pencemar udara
yang dapat mengakibatkan pemanasan global sehingga dapat terjadi perubahan
iklim yang mampu merubah ekosistem serta siklus hidup flora saat ini.
4. Timbal
Tanaman di tanah cenderung menyerap timbal dari tanah dan
mempertahankan sebagian besar timbal di dalam akar. Terdapat beberapa bukti
yang menyatakan bahwa dedaunan tanaman juga dapat menyerap timbal (dan ada pula
kemungkinan bahwa timbal dapat berpindah menuju bagian lain dari tanaman).
Penyerapan timbal oleh akar tanaman dapat dikurangi dengan menambahkan kalsium
dan fosfor ke dalam tanah. Beberapa spesies tanaman memiliki kapasitas untuk
mengakumulasi konsentrasi timbal yang tinggi.
Pori-pori pada daun tanaman membiarkan karbon dioksida yang diperlukan
untuk fotosintesis dan memancarkan oksigen. Polusi dari timbal menutupi
permukaan daun dan mengurangi jumlah cahaya yang dapat diserap oleh daun. Hal
ini menyebabkan pengerdilan pertumbuhan atau membunuh tanaman dengan mengurangi
laju fotosintesis, menghambat respirasi, mendorong perpanjangan sel tumbuhan
yang mempengaruhi perkembangan akar 0; dengan menyebabkan penuaan pra-matang.
Beberapa bukti menunjukkan bahwa timbal dapat mempengaruhi genetika populasi.
Semua efek ini telah diamati dalam sel terisolasi atau di hidroponik tumbuh
tanaman dalam larutan dari sekitar 1-2 ppm timbal dalam tanah yang lembab.
Timbal dalam udara dapat ditransfer pada tanaman secara langsung, jatuh
melalui udara atau secara tidak langsung melalui tanah. Pola dan tingkat
akumulasi timbal tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan pertumbuhan vegetasi;
yaitu, periode pertumbuhan aktif di musim semi dibandingkan dengan periode
pertumbuhan yang rendah seperti pada musim gugur dan musim dingin.
5. Ozon
Ozon memasuki daun melalui stomata selama pertukaran gas normal.
Sebagai oksidan yang kuat, ozon (atau produk sekunder yang dihasilkan dari
oksidasi oleh ozon seperti spesies oksigen reaktif) menyebabkan beberapa jenis
gejala termasuk klorosis dan nekrosis. Hal ini hampir tidak mungkin untuk
mengatakan apakah klorosis daun atau nekrosis di lapangan disebabkan oleh ozon
atau penuaan normal. Namun, terdapat beberapa jenis gejala tambahan yang
umumnya terkait dengan paparan ozon, salah satunya adalah adanya flek (bintik
kecil berdiameter kurang dari 1 mm ), stipples (daerah kecil berpigmen gelap
berdiameter sekitar 2-4 mm), bronzing
dan kemerahan.
Gejala pemaparan ozon biasanya terjadi antara urat-urat pada permukaan
daun bagian atas yang lebih tua dan daun setengah baya, selain itu juga dapat
melibatkan kedua permukaan daun (bifacial) untuk beberapa spesies. Jenis dan
tingkat keparahan kerusakan tergantung pada beberapa faktor termasuk durasi dan
konsentrasi paparan ozon, kondisi cuaca dan genetika tanaman. Salah satu atau
semua gejala ini dapat terjadi pada beberapa spesies dengan kondisi tertentu,
dan gejala spesifik pada satu spesies dapat berbeda dari gejala yang lain.
Dengan paparan ozon harian yang terus menerus, gejala klasik (stippling, flecking, bronzing, dan
kemerahan) secara bertahap dikaburkan oleh klorosis dan nekrosis.
Studi yang dilakukan pada ruang lapangan telah berulang kali
diverifikasi bahwa flecking, stippling, bronzing dan kemerahan pada daun
tanaman merupakan respon klasik untuk tingkat ambient ozon. Tanaman yang
ditanam di suatu ruang menerima udara yang telah disaring dengan menggunakan
arang aktif (untuk mengurangi konsentrasi ozon ) tidak menghasilkan gejala yang
terjadi pada tanaman yang ditanam di udara yang tidak difilter terlebih dahulu.
6.
Partikulat (TSP, PM10, PM 2,5)
Paparan konsentrasi massa tertentu PM di udara dapat menyebabkan
tanggapan phytotoxic yang berbeda, tergantung pada campuran tertentu dari
partikel diendapkan. deposisi partikel dan efek pada vegetasi terhindarkan
meliputi :
(1) nitrat dan sulfat dan hubungan antar keduanya dalam bentuk
deposisi asam dan pengasaman
(2) elemen dan logam berat, termasuk timah.
Debu dengan nilai pH ≥ 9, dapat menyebabkan kerusakan secara langsung pada
jaringan daun di mana mereka disimpan atau tidak langsung melalui perubahan pH
tanah dan debu yang membawa garam larut beracun juga akan memiliki efek yang
merugikan pada tanaman pertukaran .Energi antara vegetasi dan lingkungan
sekitarnya melibatkan penyerapan dan konversi radiasi gelombang pendek dan
emisi radiasi gelombang panjang. Debu diendapkan pada permukaan daun mengubah
sifat-sifatnya yang optik, terutama reflektansi permukaan dalam gelombang
kisaran radiasi infra merah terlihat dan jumlah cahaya yang tersedia untuk
fotosintesis. Ketika debu mengubah sifat optik dari permukaan yang tertutup
salju, hal ini dapat menyebabkan suhu permukaan vegetasi 4-11,5 oC
di atas lingkungan ambien (Spatt dan Miller 1981; Spencer dan Tinnin, 1997),
perubahan struktur dan komposisi komunitas tumbuhan (Auerbach et al. , 1997;
Spencer dan Tinnin, 1997), dan perubahan pola penggembalaan hewan (Walker dan
Everett 1987). Dalam lingkungan gurun, banyak debu jalan 40 g m-2
meningkatkan suhu daun dengan 2 sampai 3 oC (Sharifi et al., 1997).
Debu yang terakumulasi pada permukaan daun dapat mengganggu difusi gas antara
daun dan udara. Sedimentasi partikel kasar mempengaruhi permukaan atas daun
lebih (Thompson et al, 1984;. Kim et al, 2000.) Sementara partikel halus
mempengaruhi permukaan yang lebih rendah (Ricks dan Williams 1974; Krajickova
dan Me Fowler et al, 1989;. Beckett di al. 2000).
DAMPAK
TERHADAP MATERIAL
|
Sumber [5] |
1. Sulfur
Dioksida
Kerusakan oleh sulfur dioksida dialami oleh bangunan yang berbahan
dasar seperti batu kapur, batu pualam dan dolomit. Efek dari kerusakan ini akan
tampak pada penampilan, integritas struktur, dan umur dari gedung tersebut
(Anonim, 2011). Kerusakan pada bangunan dapat disebabkan karena SO2
dan SO3 di udara, yang masing-masing membentuk asam sulfit dan asam sulfat.
Suspensi asam di udara ini dapat terbawa turun ke tanah bersama air hujan dan
mengakibatkan air hujan bersifat asam. Sifat asam dari air hujan ini dapat
menyebabkan korosif pada logam-logam dan rangka -rangka bangunan, sehingga
material menjadi rusak. Hujan asam dapat mempercepat terjadinya proses
pengkaratan dari beberapa material seperti batu kapus, pasirbesi, marmer, batu
pada dinding beton serta logam. Hujan asam mampu merusak batuan sebab akan
melarutkan kalsium karbonat, meninggalkan Kristal pada batuan yang telah
menguap.
2. Nitrogen
dioksida
Hujan asam juga dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa
material seperti batu kapur, pasirbesi, marmer, batu pada diding beton serta
logam. Ancaman serius juga dapat terjadi pada bagunan tua serta monument
termasuk candi dan patung. Hujan asam dapat merusak batuan sebab akan melarutkan
kalsium karbonat, meninggalkan kristal pada batuan yang telah menguap. Seperti
halnya sifat kristal semakin banyak akan merusak batuan.
3. Karbon
Monoksida
Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi
sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia. Karbon monoksida yang berasal
dari alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan,
kebakaran hutan dan badai listrik alam. Sumber CO buatan antara lain kendaraan
bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar bensin. Karbon monoksida mampu
mengakibatkan bekas kehitaman pada bahan yang tercemar.
4. Timbal
Timbal atau timah hitam merusak lingkungan dengan tampak terlihat
berdebu dan kotor misalnya akibat asap pembuangan kendaraan bermotor yang pada
umumnya mengandung Pb (Santi, 2001). Hal Ini tentu mengotori material di
sekitar emisi Pb.
5. Ozon
Ozon memiliki sifat sebagai oksidator kuat. Sifat dari ozon ini dapat
menimbulkan korosi pada material yang dikenainya. Hal ini menyebabkan kerusakan
material dari bentuk semula.
6.
Partikulat (TSP, PM10, PM 2,5)
PM dapat menodai dan batu kerusakan dan bahan lainnya, termasuk
benda-benda budaya penting seperti patung dan monumen. Beberapa dari efek ini terkait
dengan efek hujan asam pada bahan. Jika partikulat yang menempel pada debu
bersifat korosif, maka penempelan partikulat pada material dapat merusak
material tersebut. Selain itu, partikulat juga dapat menurunkan nilai estetis
suatu material, sehingga partikulat pada material harus dibersihkan.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA GAMBAR