Gas
Rumah Kaca (GRK), menurut kamus Merriam
Webster¸ adalah aneka senyawa gas, seperti karbon dioksida, yang dapat
menyerap radiasi infrared, memerangkap panas dalam atmosfer, dan berontribusi
pada efek rumah kaca. Efek rumah kaca sendiri merupakan proses alamiah yang
terjadi di bumi yang mengakibatkan temperatur rata-rata Bumi adalah sekitar 15oC,
yang tanpanya hanyalah sebesar 0oF atau -18oC (Qiancheng,
1998). Namun, sejak terjadinya revolusi industri yang membuat aktivitas manusia
semakin beragam dan menghasilkan limbah dan polutan yang semakin beragan pula, konsentrasi
gas rumah kaca di atmosfer meningkat, bahkan banyak senyawa gas baru
bermunculan. Fenomena ini mengakibatkan efek rumah kaca semakin besar dan
semakin meningkatkan temperatur rata-rata bumi atau yang populer disebut ‘Global Warming’. Proses terjadinya efek
rumah kaca ini dapat disaksikan di video berikut ini.
Dari
berbagai GRK yang ada di bumi, ada empat senyawa aktivitas manusia modern yang
emisinya paling banyak, yaitu karbon monoksida (CO2), gas metana (CH4),
gas dinitrogen oksida (N2O), ozon (O3), dan gas
terflorinasi (IPCC, 2014), seperti CFC, HFC, PFC, dan SF6. Selain
gas-gas tersebut, sebenarnya ada GRK yang paling banyak konsentrasinya dibandingkan
semua gas tersebut, yakni uap air (H2O). Namun, uap air masih
menjadi perdebatan di kalangan para ilmuan karena uap air jumlahnya memang
semakin banyak saat ini, tetapi itu disebabkan oleh dampak dari pemanasan
global yang diakibatkan oleh GRK lainnya, bukan akibat dari aktivitas manusia
secara langsung (NOAA, 2016). Selain itu, menurut beberapa teori, uap air tidak
dapat dikatakan sebagai GRK karena jumlahnya yang tidak stabil di atmosfer,
akibat dari siklus air yang terus berlangsung. Berikut adalah data konsentrasi
GRK yang tercatat di bumi saat ini.
Tabel 1. Konsentrasi Gas Rumah Kaca
di Troposfer
(sumber
: T.J. Blasing. http://cdiac.ornl.gov/pns/current_ghg.html.)
Semua GRK yang ditunjukkan pada Tabel 1 memiliki dampak
yang sama terhadap bumi, yaitu terjadinya efek rumah kaca yang menyebabkan
panas yang terperangkap dari sinar infrared pada muka bumi semakin banyak,
sehingga lebih meningkatkan temperatur muka bumi. Pemanasan global yang
disebabkan oleh efek rumah kaca ini merupakan salah satu indikator paling kuat
dalm fenomena perubahan iklim atau climate
change yang sedang terjadi di berbagai belahan bumi. Fenomena ini tentunya
mengakibatkan munculnya berbagai dampak yang saling terkait satu dengan yang
lainnya. Beberapa dampak yang awalnya disebabkan oleh GRK ini, dapat
diklasifikasikan sebagaimana berikut ini.
A. Dampak pada Ekosistem dan Lingkungan
Meningkatnya suhu
rata-rata pada muka bumi tentunya mempengaruhi secara langsung berbagai jenis
ekosistem, seperti ekosistem perairan, ekosistem laut, ekosistem hutan,
ekosistem gurun, maupun ekosistem kutub. Selain secara langsung, peningkatan
suhu juga secara tidak langsung memberi dampak kepada ekosistem-ekosistem
tersebut melalui disturbansi pada kondisi meteorologis atmosfer, yang
menghasilkan berbagai jenis cuaca yang ekstrem. Setiap 1 derajat celcius
peningkatan temperatur memberikan efek yang sangat signifikan bagi suatu
ekosistem. Berikut adalah dampak ekstremnya efek rumah kaca yang terjadi di
masing-masing ekosistem.
Ekosistem
Perairan
Udara yang lebih
hangat dari biasanya dapat memicu hujan yang ekstrem. Dari hujan yang ekstrem
ini, badan air, seperti sungai dan danau, akan mengalami kelebihan beban dan
mengakibatkan kebanjiran. Hujan yang semakin deras dan banjir dapat
meningkatkan runoff air menuju badan
air, menyapu berbagai jenis kotoran dan sampah yang ada di daratan masuk ke
dalam badan air, sehingga ekosistem air semakin tercemar dan kualitasnya
menurun.
Gambar
1. Banjir di Lousiana, Amerika Serikat
(sumber
: http://www.climatecentral.org/news/louisiana-floods-directly-linked-to-climate-change-20671
)
Selain berlebihnya air akibat hujan yang ekstrem,
kekeringan mungkin juga terjadi di beberapa daerah. Hal ini membuat badan air
semakin surut, bahkan hingga tidak ada air sama sekali, sehingga organisme yang
tinggal di dalam air tersebut tidak dapat hidup. Kekeringan ini juga membuat
sistem irigasi pada sektor agriculture berkurang, membuat tanaman dan tanah
menjadi kering, sehingga menyebabkan gagal panen.
Gambar
2. Prediksi Pengaruh Panen Jagung, Nasi, Kentang, dan pada Tahun 2050
Ekosistem
Kutub dan Laut
Sudah menjadi
pengetahuan umum bahwa es akan mencair pada suhu yang tinggi. Kawasan kutub
yang telah meningkat suhunya sebanyak 5oC sejak 100 tahun yang lalu
pastinya juga merasakan hal yang sama, yaitu mencairnya es. Pencairan es pada
kutub utara sudahlah sangat terlihat. Hal ini membuat hewan yang tinggal di
kutub utara, seperti beruang kutub, anjing laut, dan penguin kehilangan
habitatnya.
Gambar
3. Perbandingan Lapisan Es di Kutub Utara pada Tahun 1979 dan 2003
(sumber
: NASA. http://www.divediscover.whoi.edu/polar/impact.html.
)
Ketika es mencair, fasanya berubah menjadi air dan
bercampur dengan air laut. Hal ini memicu terjadinya sea level rise atau kenaikan muka air laut. Seolah-olah memang
tidak terasa dampaknya, namun beberapa daerah di bagian utara bumi merasakan
dampaknya. Beberapa kota di Amerika Serikat mulai sering mengalami banjir dari
air laut akibat fenomena ini. Apabila seluru es kutub mencair, akan banyak
daratan yang terbanjiri air laut.
Gambar
4. Air Laut Meluap di Carolina Selatan, Amerika Serikat untuk Pertama Kalinya
(sumber
: Hunter McRae. https://www.nytimes.com/2016/09/04/science/flooding-of-coast-caused-by-global-warming-has-already-begun.html?_r=0.
)
Selain
mencairkan es kutub, penaikan suhu akbat GRK juga membuat air laut di beberapa
daerah menjadi lebih hangat. Ditambah dengan tingginya konsentrasi CO2
yang larut pada air laut, laut menjadi bersifat lebih asam. Implikasinya, oksigen
menjadi berkurang, sehingga organisme di dalam laut menjadi terganggu dan
bahkan memicu kematian. Salah satu yang mendapat dampak dari hangat dan asamnya
air laut ini adalah terumbu karang. Karena kekurang oksigen, terumbu karang
mengalami proses bleaching dan
berujung kematian.
Gambar
5. Perbandingan Terumbu Karang Setelah dan Sebelum Proses Bleaching di Great Coral Reef
(sumber
: XL Caitlin Seaview Survey. http://www.abc.net.au/news/2016-09-13/great-barrier-reef-spawning-event-to-be-hampered-by-bleaching/7840804.
)
Ekosistem
Hutan
Tumbuhan yang hidup di hutan umumnya memiliki temperatur
optimum untuk tetap tumbuh. Namun, karena meningkatnya temperatur di daerah
hutan, seperti di Hutan Amazon, beberapa pohon tidak dapat beradaptasi dengan
perubahan temperaturnya dan berujung pada kepunahan. Selain itu, di beberapa
daerah, kebakaran hutan semakin sering terjadi akibat tidak menentunya siklus el nino.
Gambar
6. Kebakaran Hutan di Riau, Indonesia
(sumber
: http://jakartaglobe.id/news/environment-group-to-file-new-police-reports-against-riau-forest-burners/
)
Ekosistem
Gurun
Sebagai kawasan
yang memang sudah sangat panas, gurun rasanya tidak begitu terkena dampak dari
pemanasan global ini. Namun tak disangka, karena cuaca yang ekstrem akibat
perubahan iklim, Gurun Sahara, di Algeria, terjadi salju untuk pertama kalinya
sejak 40 tahun yang lalu pada pertengahan Desember 2016 lalu. Hal ini semakin
membuktikan seberapa besar dampak dari perubahan iklim yang bermula dari GRK
ini.
Gambar
7. Salju Turun di Gurun Sahara untuk Pertama Kalinya sejak 40 Tahun
(sumber
: Karim Bouchetata, Geoff Robinson Photograph.
B. Dampak pada Kesehatan Manusia
Selain berdampak
terhadap ekosistem, manusia sebagai bagian dari ekosistem itu sendiri tentunya
dapat terkena dampak dari ektremnya efek rumah kaca, terutama dari bidang
kesehatan. Pemanasan global maupun perubahan iklim dapat memberi dampak kepada
manusia secara langsung dari kondisi cuaca yang ekstrem ataupun secara tidak
langsung dengan munculnya potensi-potensi penyebab penyakit yang dahulu tidak
ada. Berikut adalah dampak pada kesehatan manusia yang diakibatkan oleh
ekstremnya efek rumah kaca dari GRK.
Heat Stress
Dalam kesehatan
dan keselamatan kerja, dikenal istilah heat
stress, yakni reaksi fisik dan fisiologis manusia terhadap suhu di luar
kenyamanan bekerja. Hal ini dapat juga terjadi di mana saja, terutama ketika
manusia merasakan temperatur yang terlalu tinggi, melebihi biasanya. Maka dari
itu, peningkatan temperatur di beberapa daerah membuat kasus heat stress yang terkena pada manusia
semakin meningkat. Parahnya, kasus yang sering terjadi langsung sampai ke tahap
heat stroke, atau gangguan mental
hingga pingsan karena terlalu drastisnya peningkatan suhu tubuh akibat suhu
lingkungan.
Gambar
8. Musim Panas di Jepang yang Setiap Tahunnya Memakan Korban Jiwa Akibat Heat Stroke
Dampak
dari Kondisi Kualitas Udara
Walaupun beberapa
GRK tidak memberi dampak kesehatan apapun kepada manusia ketika masuk ke dalam
saluran pernafasan, namun peningkatan temperatur dan perubahan ekstrem cuaca
yang disebabkan GRK dapat memperparah kualitas udara ambien. Salah satu polutan
yang meningkat jumlahnya di troposfer akibat hangatnya udara adalah O3,
yang dapat langsung menyebabkan kematian instan. Selain itu, dampak kebakaran
hutan yang disebabkan el nino yang tidak
menentu juga mengemisikan berbagai senyawa gas yang dapat merusak kesehatan
manusia, antara lain asap dan PM2,5.
Gambar
9. Beijing, Republik Rakyat China yang Setiap Harinya Diselimuti Smog
(
sumber : http://www.bbc.com/news/magazine-38587580
)
Dampak
dari Cuaca Ekstrem
GRK sudah tidak diragukan lagi merupakan penyebab dari
kondisi cuaca yang ekstrem, seperti hujan deras yang berujung banjir dan badai.
Dampak pascabencana dari kondisi cuaca ekstrem ini juga dapat mengganggung
kesehatan manusia. Karena banyak infrastruktur yang rusak akibat dari bencana
seperti badai, akses air bersih dan makanan akan semakin sulit, yang dapat
membuat korban kekurangan nutrisi atau bahkan terkidap penyakit. Selain itu, secara
psikologis, bencana seperti badai dapat menyebabkan penyakit mental, seperti
depresi dan post-traumatic stress
disorder (PSTD).
Gambar
10. Korban Angin Puting Beliung Katrina di Lousiana, Amerika Serikat
Vectorborne Disease
Vectorborne
disease adalah penyakit yang ditransmisikan melalui
vektor-vektor tertentu, seperti nyamuk dan kutu. Vektor-vektor ini dapat
mengangkut sumber penyakit berupa virus, bakteri, ataupun protozoa. Perubahan
temperatur dan exremnya cuaca membuat penyakit jenis ini semakin mewabah secara
endemik ataupun pandemik, bahkan yang sebelumnya belum pernah ditemukan
penyakitnya. Beberapa kasus vectorborne
disease beberapa tahun terakhir yang banyak beredar adalah penyakit Zika
yang divektori oleh nyamuk tipe aedes.
Gambar
11. Nyamuk Aedes aegypti sebagai
Vektor Penyebaran Virus Zika
(sumber
: http://www.bbc.com/news/world-us-canada-35425731
)
Water-Related Illness
Selain semakin
terkontaminasinya badan air akibat kondisi cuaca ekstrem dan runoff, meningkatnya temperatur perairan
juga memicu aktifnya berbagai jenis patogen, seperti virus, bakteri, dan
parasit. Hal ini tentunya juga menurunkan kualitas air dan meninggikan resiko
gangguan kesehatan, terutama gangguan gantrointestinal,
bila dikonsumsi. Selain itu, laut yang hangat juga dapat meninggikan
konsentrasi merkuri pada makanan laut.
C. Dampak pada Hewan dan Tumbuhan
Sama halnya dengan manusia yang merupakan mahkluk hidup,
hewan dan tumbuhan juga terkena dampak dari efek rumah kaca yang disebabkan
oleh GRK. Umumnya, dampak yang dirasakn oleh hewan dan tumbuhan sangat erat
hubungannya dengan dampak yang didapat oleh ekosistem yang menjadi habitat
mereka. Bila ekosistem tersebut berubah, namun hewan dan tumbuhan tidak dapat
ikut beradaptasi, hewan dan tumbuhan tersebut dapat berujung pada kematian
hingga kepunahan.
Gambar
12. Beruang Kutub yang Semakin Kehilangan Lapisan Es untuk Berpijak di Kutub
Utara
(sumber
: https://sites.google.com/a/d303.org/harry--endangered-polar-bears/global-warming-and-climate-change
)
Daftar
Pustaka
BBC
News. 2016. “Zika Virus Could Become
‘Explosive Pandemic’”. http://www.bbc.com/news/world-us-canada-35425731.
31 Januari 2017 pukul 03.39 WIB.
BBC
News. 2017. “Beijing: The City Where You
Can’t Escape Smog”. http://www.bbc.com/news/magazine-38587580.
31 Januari 2017 pukul 03.30 WIB.
Blasing,
T.J. 2016. “Recent Greenhouse Gas
Concentrations” http://cdiac.ornl.gov/pns/current_ghg.html.
31 Januari 2017 pukul 01.27 WIB.
Cluff,
Renee. 2016 “Great Barrier Reef’s
Bleaching to Serious Hinder This Year’s Spawning Event”. http://www.abc.net.au/news/2016-09-13/great-barrier-reef-spawning-event-to-be-hampered-by-bleaching/7840804.
31 Januari 2017 pukul 02.59 WIB.
Dive
and Discover. “The Poles: Human Impacts”.
http://www.divediscover.whoi.edu/polar/impact.html.
31 Januari 2017 pukul 03.09 WIB.
Endangered
Polar Bears.“Global Warming and Climate
Change Effects”. https://sites.google.com/a/d303.org/harry--endangered-polar-bears/global-warming-and-climate-change.
31 Januari 2017 pukul 03.44 WIB.
Environmental
Protection Agency. “Climate Change
Indicator: Greenhouse Gasses” https://www.epa.gov/climate-indicators/greenhouse-gases.
31 Januari 2017 pukul 01.36 WIB.
Environmental
Protection Agency. “Climate Change on
Water Resources” https://www.epa.gov/climate-impacts/climate-impacts-water-resources.
31 Januari 2017 pukul 01.59 WIB.
Environmental
Protection Agency. “Greenhouse Effect”.
https://www3.epa.gov/climatechange/kids/basics/today/greenhouse-effect.html.
31 Januari 2017 pukul 00.30 WIB.
Gillis,
Justin. 2016. “Flooding of Coast Caused
by Global Warming Has Already Begun”. https://www.nytimes.com/2016/09/04/science/flooding-of-coast-caused-by-global-warming-has-already-begun.html?_r=0.
31 Januari 2017 pukul 03.04 WIB.
Intergovernmental
Panel on Climate Change. 2014. “Fifth
Assessment Report” https://www3.epa.gov/climatechange/kids/basics/today/greenhouse-gases.html.
31 Januari 2017 pukul 00.52 WIB.
Ismail
A. 2011. “Heat Stress” http://healthsafetyprotection.com/heat-stress/.
31 Januari 2017 pukul 02.41 WIB.
Jakarta
Globe. “Environmental Group to File New
Plice Reports Against Riau Forest Burners.” http://jakartaglobe.id/news/environment-group-to-file-new-police-reports-against-riau-forest-burners/.
31 Januari 2017 pukul 03.36 WIB.
Japan
Times. 2015. “Days High Temperatures,
Theree Elderly Sisters Found Dead in Tokyo House”. http://www.japantimes.co.jp/news/2015/08/08/national/days-high-temperatures-three-elderly-sisters-found-dead-tokyo-house/#.WJBKA1OKS00.
31 Januari 2017 pukul 03.27 WIB.
Ma,
Qiancheng. 1998. “Greenhouse Gasses:
Refining the Role of Carbon Dioxide” https://www.giss.nasa.gov/research/briefs/ma_01/. 31 Januari 2017
pukul 00.38 WIB.
Merriam
Webster. “Greenhouse Gas”. https://www.merriam-webster.com/dictionary/greenhouse%20gas.
31 Januari 2017 pukul 00.32 WIB.
Molloy,
Mark. 2016. “Stunning Photo Capture Rare
Snow in The Sahara Desert” http://www.telegraph.co.uk/news/2016/12/20/stunning-photos-capture-rare-snow-sahara-desert/.
31 Januari 2017 pukul 02.30 WIB.
National
Geographic. “How to Live With It: Crop
Changes”. http://www.nationalgeographic.com/climate-change/how-to-live-with-it/crops.html.
31 Januari 2017 pukul 03.14 WIB.
National
Oceanic and Atmospheric Administration. “Monitoring
Reference: Greenhouse Gasses” https://www.ncdc.noaa.gov/monitoring-references/faq/greenhouse-gases.php. 31 Januari 2017
pukul 01.03 WIB.
Reinis,
Samantha. 2015. “19 Stunning Pictures of
Hurricane Katrina’s Afftermath”. http://dailysignal.com/2015/08/27/19-stunning-pictures-of-hurricane-katrinas-aftermath/.
31 Januari 2017 pukul 03.35 WIB.
Upton,
John. 2016. “Lousiana Floods Directly
Linked to Climate Change”. http://www.climatecentral.org/news/louisiana-floods-directly-linked-to-climate-change-20671.
31 Januari 2017 pukul 03.20 WIB.
World
Health Organization. 2016. “Vectorborne
Disease” http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs387/en/.
31 Januari 2017 pukul 03.14 WIB.
World
Wild Fund. 2016. “The Effects of Climate
Change” https://www.wwf.org.uk/updates/effects-climate-change.
31 Januari 2017 pukul 01.53 WIB.
0 Comments:
Posting Komentar