Selasa, 31 Januari 2017

DAMPAK GAS RUMAH KACA PADA LINGKUNGAN DAN MAHKLUK HIDUP

Gas Rumah Kaca (GRK), menurut kamus Merriam Webster¸ adalah aneka senyawa gas, seperti karbon dioksida, yang dapat menyerap radiasi infrared, memerangkap panas dalam atmosfer, dan berontribusi pada efek rumah kaca. Efek rumah kaca sendiri merupakan proses alamiah yang terjadi di bumi yang mengakibatkan temperatur rata-rata Bumi adalah sekitar 15oC, yang tanpanya hanyalah sebesar 0oF atau -18oC (Qiancheng, 1998). Namun, sejak terjadinya revolusi industri yang membuat aktivitas manusia semakin beragam dan menghasilkan limbah dan polutan yang semakin beragan pula, konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer meningkat, bahkan banyak senyawa gas baru bermunculan. Fenomena ini mengakibatkan efek rumah kaca semakin besar dan semakin meningkatkan temperatur rata-rata bumi atau yang populer disebut ‘Global Warming’. Proses terjadinya efek rumah kaca ini dapat disaksikan di video berikut ini.




Dari berbagai GRK yang ada di bumi, ada empat senyawa aktivitas manusia modern yang emisinya paling banyak, yaitu karbon monoksida (CO2), gas metana (CH4), gas dinitrogen oksida (N2O), ozon (O3), dan gas terflorinasi (IPCC, 2014), seperti CFC, HFC, PFC, dan SF6. Selain gas-gas tersebut, sebenarnya ada GRK yang paling banyak konsentrasinya dibandingkan semua gas tersebut, yakni uap air (H2O). Namun, uap air masih menjadi perdebatan di kalangan para ilmuan karena uap air jumlahnya memang semakin banyak saat ini, tetapi itu disebabkan oleh dampak dari pemanasan global yang diakibatkan oleh GRK lainnya, bukan akibat dari aktivitas manusia secara langsung (NOAA, 2016). Selain itu, menurut beberapa teori, uap air tidak dapat dikatakan sebagai GRK karena jumlahnya yang tidak stabil di atmosfer, akibat dari siklus air yang terus berlangsung. Berikut adalah data konsentrasi GRK yang tercatat di bumi saat ini.

Tabel 1. Konsentrasi Gas Rumah Kaca di Troposfer



            Semua GRK yang ditunjukkan pada Tabel 1 memiliki dampak yang sama terhadap bumi, yaitu terjadinya efek rumah kaca yang menyebabkan panas yang terperangkap dari sinar infrared pada muka bumi semakin banyak, sehingga lebih meningkatkan temperatur muka bumi. Pemanasan global yang disebabkan oleh efek rumah kaca ini merupakan salah satu indikator paling kuat dalm fenomena perubahan iklim atau climate change yang sedang terjadi di berbagai belahan bumi. Fenomena ini tentunya mengakibatkan munculnya berbagai dampak yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Beberapa dampak yang awalnya disebabkan oleh GRK ini, dapat diklasifikasikan sebagaimana berikut ini.


A. Dampak pada Ekosistem dan Lingkungan
            Meningkatnya suhu rata-rata pada muka bumi tentunya mempengaruhi secara langsung berbagai jenis ekosistem, seperti ekosistem perairan, ekosistem laut, ekosistem hutan, ekosistem gurun, maupun ekosistem kutub. Selain secara langsung, peningkatan suhu juga secara tidak langsung memberi dampak kepada ekosistem-ekosistem tersebut melalui disturbansi pada kondisi meteorologis atmosfer, yang menghasilkan berbagai jenis cuaca yang ekstrem. Setiap 1 derajat celcius peningkatan temperatur memberikan efek yang sangat signifikan bagi suatu ekosistem. Berikut adalah dampak ekstremnya efek rumah kaca yang terjadi di masing-masing ekosistem.

Ekosistem Perairan
            Udara yang lebih hangat dari biasanya dapat memicu hujan yang ekstrem. Dari hujan yang ekstrem ini, badan air, seperti sungai dan danau, akan mengalami kelebihan beban dan mengakibatkan kebanjiran. Hujan yang semakin deras dan banjir dapat meningkatkan runoff air menuju badan air, menyapu berbagai jenis kotoran dan sampah yang ada di daratan masuk ke dalam badan air, sehingga ekosistem air semakin tercemar dan kualitasnya menurun.


Gambar 1. Banjir di Lousiana, Amerika Serikat

            Selain berlebihnya air akibat hujan yang ekstrem, kekeringan mungkin juga terjadi di beberapa daerah. Hal ini membuat badan air semakin surut, bahkan hingga tidak ada air sama sekali, sehingga organisme yang tinggal di dalam air tersebut tidak dapat hidup. Kekeringan ini juga membuat sistem irigasi pada sektor agriculture berkurang, membuat tanaman dan tanah menjadi kering, sehingga menyebabkan gagal panen.




Gambar 2. Prediksi Pengaruh Panen Jagung, Nasi, Kentang, dan pada Tahun 2050


Ekosistem Kutub dan Laut
            Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa es akan mencair pada suhu yang tinggi. Kawasan kutub yang telah meningkat suhunya sebanyak 5oC sejak 100 tahun yang lalu pastinya juga merasakan hal yang sama, yaitu mencairnya es. Pencairan es pada kutub utara sudahlah sangat terlihat. Hal ini membuat hewan yang tinggal di kutub utara, seperti beruang kutub, anjing laut, dan penguin kehilangan habitatnya.


Gambar 3. Perbandingan Lapisan Es di Kutub Utara pada Tahun 1979 dan 2003


            Ketika es mencair, fasanya berubah menjadi air dan bercampur dengan air laut. Hal ini memicu terjadinya sea level rise atau kenaikan muka air laut. Seolah-olah memang tidak terasa dampaknya, namun beberapa daerah di bagian utara bumi merasakan dampaknya. Beberapa kota di Amerika Serikat mulai sering mengalami banjir dari air laut akibat fenomena ini. Apabila seluru es kutub mencair, akan banyak daratan yang terbanjiri air laut.


Gambar 4. Air Laut Meluap di Carolina Selatan, Amerika Serikat untuk Pertama Kalinya

Selain mencairkan es kutub, penaikan suhu akbat GRK juga membuat air laut di beberapa daerah menjadi lebih hangat. Ditambah dengan tingginya konsentrasi CO2 yang larut pada air laut, laut menjadi bersifat lebih asam. Implikasinya, oksigen menjadi berkurang, sehingga organisme di dalam laut menjadi terganggu dan bahkan memicu kematian. Salah satu yang mendapat dampak dari hangat dan asamnya air laut ini adalah terumbu karang. Karena kekurang oksigen, terumbu karang mengalami proses bleaching dan berujung kematian.


Gambar 5. Perbandingan Terumbu Karang Setelah dan Sebelum Proses Bleaching di Great Coral Reef

Ekosistem Hutan
            Tumbuhan yang hidup di hutan umumnya memiliki temperatur optimum untuk tetap tumbuh. Namun, karena meningkatnya temperatur di daerah hutan, seperti di Hutan Amazon, beberapa pohon tidak dapat beradaptasi dengan perubahan temperaturnya dan berujung pada kepunahan. Selain itu, di beberapa daerah, kebakaran hutan semakin sering terjadi akibat tidak menentunya siklus el nino.


Gambar 6. Kebakaran Hutan di Riau, Indonesia

Ekosistem Gurun
            Sebagai kawasan yang memang sudah sangat panas, gurun rasanya tidak begitu terkena dampak dari pemanasan global ini. Namun tak disangka, karena cuaca yang ekstrem akibat perubahan iklim, Gurun Sahara, di Algeria, terjadi salju untuk pertama kalinya sejak 40 tahun yang lalu pada pertengahan Desember 2016 lalu. Hal ini semakin membuktikan seberapa besar dampak dari perubahan iklim yang bermula dari GRK ini.


Gambar 7. Salju Turun di Gurun Sahara untuk Pertama Kalinya sejak 40 Tahun
(sumber : Karim Bouchetata, Geoff Robinson Photograph.



B. Dampak pada Kesehatan Manusia

            Selain berdampak terhadap ekosistem, manusia sebagai bagian dari ekosistem itu sendiri tentunya dapat terkena dampak dari ektremnya efek rumah kaca, terutama dari bidang kesehatan. Pemanasan global maupun perubahan iklim dapat memberi dampak kepada manusia secara langsung dari kondisi cuaca yang ekstrem ataupun secara tidak langsung dengan munculnya potensi-potensi penyebab penyakit yang dahulu tidak ada. Berikut adalah dampak pada kesehatan manusia yang diakibatkan oleh ekstremnya efek rumah kaca dari GRK.

Heat Stress
            Dalam kesehatan dan keselamatan kerja, dikenal istilah heat stress, yakni reaksi fisik dan fisiologis manusia terhadap suhu di luar kenyamanan bekerja. Hal ini dapat juga terjadi di mana saja, terutama ketika manusia merasakan temperatur yang terlalu tinggi, melebihi biasanya. Maka dari itu, peningkatan temperatur di beberapa daerah membuat kasus heat stress yang terkena pada manusia semakin meningkat. Parahnya, kasus yang sering terjadi langsung sampai ke tahap heat stroke, atau gangguan mental hingga pingsan karena terlalu drastisnya peningkatan suhu tubuh akibat suhu lingkungan.


Gambar 8. Musim Panas di Jepang yang Setiap Tahunnya Memakan Korban Jiwa Akibat Heat Stroke

Dampak dari Kondisi Kualitas Udara
            Walaupun beberapa GRK tidak memberi dampak kesehatan apapun kepada manusia ketika masuk ke dalam saluran pernafasan, namun peningkatan temperatur dan perubahan ekstrem cuaca yang disebabkan GRK dapat memperparah kualitas udara ambien. Salah satu polutan yang meningkat jumlahnya di troposfer akibat hangatnya udara adalah O3, yang dapat langsung menyebabkan kematian instan. Selain itu, dampak kebakaran hutan yang disebabkan el nino yang tidak menentu juga mengemisikan berbagai senyawa gas yang dapat merusak kesehatan manusia, antara lain asap dan PM2,5.


Gambar 9. Beijing, Republik Rakyat China yang Setiap Harinya Diselimuti Smog

Dampak dari Cuaca Ekstrem
            GRK sudah tidak diragukan lagi merupakan penyebab dari kondisi cuaca yang ekstrem, seperti hujan deras yang berujung banjir dan badai. Dampak pascabencana dari kondisi cuaca ekstrem ini juga dapat mengganggung kesehatan manusia. Karena banyak infrastruktur yang rusak akibat dari bencana seperti badai, akses air bersih dan makanan akan semakin sulit, yang dapat membuat korban kekurangan nutrisi atau bahkan terkidap penyakit. Selain itu, secara psikologis, bencana seperti badai dapat menyebabkan penyakit mental, seperti depresi dan post-traumatic stress disorder (PSTD).


Gambar 10. Korban Angin Puting Beliung Katrina di Lousiana, Amerika Serikat

Vectorborne Disease
            Vectorborne disease adalah penyakit yang ditransmisikan melalui vektor-vektor tertentu, seperti nyamuk dan kutu. Vektor-vektor ini dapat mengangkut sumber penyakit berupa virus, bakteri, ataupun protozoa. Perubahan temperatur dan exremnya cuaca membuat penyakit jenis ini semakin mewabah secara endemik ataupun pandemik, bahkan yang sebelumnya belum pernah ditemukan penyakitnya. Beberapa kasus vectorborne disease beberapa tahun terakhir yang banyak beredar adalah penyakit Zika yang divektori oleh nyamuk tipe aedes.


Gambar 11. Nyamuk Aedes aegypti sebagai Vektor Penyebaran Virus Zika

Water-Related Illness
            Selain semakin terkontaminasinya badan air akibat kondisi cuaca ekstrem dan runoff, meningkatnya temperatur perairan juga memicu aktifnya berbagai jenis patogen, seperti virus, bakteri, dan parasit. Hal ini tentunya juga menurunkan kualitas air dan meninggikan resiko gangguan kesehatan, terutama gangguan gantrointestinal, bila dikonsumsi. Selain itu, laut yang hangat juga dapat meninggikan konsentrasi merkuri pada makanan laut.


C. Dampak pada Hewan dan Tumbuhan

            Sama halnya dengan manusia yang merupakan mahkluk hidup, hewan dan tumbuhan juga terkena dampak dari efek rumah kaca yang disebabkan oleh GRK. Umumnya, dampak yang dirasakn oleh hewan dan tumbuhan sangat erat hubungannya dengan dampak yang didapat oleh ekosistem yang menjadi habitat mereka. Bila ekosistem tersebut berubah, namun hewan dan tumbuhan tidak dapat ikut beradaptasi, hewan dan tumbuhan tersebut dapat berujung pada kematian hingga kepunahan.


Gambar 12. Beruang Kutub yang Semakin Kehilangan Lapisan Es untuk Berpijak di Kutub Utara


Daftar Pustaka
BBC News. 2016. “Zika Virus Could Become ‘Explosive Pandemic’”. http://www.bbc.com/news/world-us-canada-35425731. 31 Januari 2017 pukul 03.39 WIB.
BBC News. 2017. “Beijing: The City Where You Can’t Escape Smog”. http://www.bbc.com/news/magazine-38587580. 31 Januari 2017 pukul 03.30 WIB.
Blasing, T.J. 2016. “Recent Greenhouse Gas Concentrations” http://cdiac.ornl.gov/pns/current_ghg.html. 31 Januari 2017 pukul 01.27 WIB.
Cluff, Renee. 2016 “Great Barrier Reef’s Bleaching to Serious Hinder This Year’s Spawning Event”. http://www.abc.net.au/news/2016-09-13/great-barrier-reef-spawning-event-to-be-hampered-by-bleaching/7840804. 31 Januari 2017 pukul 02.59 WIB.
Dive and Discover. “The Poles: Human Impacts”. http://www.divediscover.whoi.edu/polar/impact.html. 31 Januari 2017 pukul 03.09 WIB.
Endangered Polar Bears.“Global Warming and Climate Change Effects”. https://sites.google.com/a/d303.org/harry--endangered-polar-bears/global-warming-and-climate-change. 31 Januari 2017 pukul 03.44 WIB.
Environmental Protection Agency. “Climate Change Indicator: Greenhouse Gasses” https://www.epa.gov/climate-indicators/greenhouse-gases. 31 Januari 2017 pukul 01.36 WIB.
Environmental Protection Agency. “Climate Change on Water Resources”  https://www.epa.gov/climate-impacts/climate-impacts-water-resources. 31 Januari 2017 pukul 01.59 WIB.
Environmental Protection Agency. “Greenhouse Effect”. https://www3.epa.gov/climatechange/kids/basics/today/greenhouse-effect.html. 31 Januari 2017 pukul 00.30 WIB.
Gillis, Justin. 2016. “Flooding of Coast Caused by Global Warming Has Already Begun”. https://www.nytimes.com/2016/09/04/science/flooding-of-coast-caused-by-global-warming-has-already-begun.html?_r=0. 31 Januari 2017 pukul 03.04 WIB.
Intergovernmental Panel on Climate Change. 2014. “Fifth Assessment Report” https://www3.epa.gov/climatechange/kids/basics/today/greenhouse-gases.html. 31 Januari 2017 pukul 00.52 WIB.
Ismail A. 2011. “Heat Stress”  http://healthsafetyprotection.com/heat-stress/. 31 Januari 2017 pukul 02.41 WIB.
Jakarta Globe. “Environmental Group to File New Plice Reports Against Riau Forest Burners.” http://jakartaglobe.id/news/environment-group-to-file-new-police-reports-against-riau-forest-burners/. 31 Januari 2017 pukul 03.36 WIB.
Japan Times. 2015. “Days High Temperatures, Theree Elderly Sisters Found Dead in Tokyo House”. http://www.japantimes.co.jp/news/2015/08/08/national/days-high-temperatures-three-elderly-sisters-found-dead-tokyo-house/#.WJBKA1OKS00. 31 Januari 2017 pukul 03.27 WIB.
Ma, Qiancheng. 1998. “Greenhouse Gasses: Refining the Role of Carbon Dioxide” https://www.giss.nasa.gov/research/briefs/ma_01/. 31 Januari 2017 pukul 00.38 WIB.
Merriam Webster. “Greenhouse Gas”. https://www.merriam-webster.com/dictionary/greenhouse%20gas. 31 Januari 2017 pukul 00.32 WIB.
Molloy, Mark. 2016. “Stunning Photo Capture Rare Snow in The Sahara Desert” http://www.telegraph.co.uk/news/2016/12/20/stunning-photos-capture-rare-snow-sahara-desert/. 31 Januari 2017 pukul 02.30 WIB.
National Geographic. “How to Live With It: Crop Changes”. http://www.nationalgeographic.com/climate-change/how-to-live-with-it/crops.html. 31 Januari 2017 pukul 03.14 WIB.
National Oceanic and Atmospheric Administration. “Monitoring Reference: Greenhouse Gasses” https://www.ncdc.noaa.gov/monitoring-references/faq/greenhouse-gases.php. 31 Januari 2017 pukul 01.03 WIB.
Reinis, Samantha. 2015. “19 Stunning Pictures of Hurricane Katrina’s Afftermath”. http://dailysignal.com/2015/08/27/19-stunning-pictures-of-hurricane-katrinas-aftermath/. 31 Januari 2017 pukul 03.35 WIB.
Upton, John. 2016. “Lousiana Floods Directly Linked to Climate Change”. http://www.climatecentral.org/news/louisiana-floods-directly-linked-to-climate-change-20671. 31 Januari 2017 pukul 03.20 WIB.
World Health Organization. 2016. “Vectorborne Disease” http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs387/en/. 31 Januari 2017 pukul 03.14 WIB.
World Wild Fund. 2016. “The Effects of Climate Change” https://www.wwf.org.uk/updates/effects-climate-change. 31 Januari 2017 pukul 01.53 WIB.

0 Comments:

Posting Komentar