Selasa, 31 Januari 2017

DAMPAK PENCEMAR UDARA KRITERIA


DAMPAK KESEHATAN

Sumber [1]


1. Sulfur Dioksida

Pencemaran SO2 menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan serta kerusakan pada tanaman yang terjadi pada kadar sebesar 0,5 ppm. Pengaruh utama polutan SO2 terhadap manusia adalah iritasi sistem pernafasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau lebih bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2 ppm. SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernafasan kadiovaskular (Anonim, 2004). Individu dengan gejala penyakit tersebut sangat sensitif terhadap kontak dengan SO2, meskipun dengan kadar yang relatif rendah. Kadar SO2 yang berpengaruh terhadap gangguan kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Pengaruh Sulfur Dioksida Berdasarkan Konsentrasi
Konsentrasi (ppm)
Pengaruh
3-5
Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari bahaya
8-12
Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan
20
Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan iritasi mata
20
Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan batuk
20
Maksimum yang diperbolehkan untuk konsentrasi dalam waktu lama
50-100
Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak singkat (30 menit)
400-500
Berbahaya meskipun kontak secara singkat


2. Nitrogen Dioksida

Nitrogen dioksida (NO2) merupakan suatu gas yang berbahaya bagi manusia. Penelitian menunjukkan bahwa NO2 empat kali lebih beracun dari pada NO. Namun selama ini belum pernah dilaporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan kematian. Pada udara ambien yang normal, NO2 dapat bersifat racun bagi paru-paru dan dapat menyebabkan kekejangan serta kelumpuhan pada sistem syaraf (Anonim, 2004).
Berdasarkan studi menggunakan binatang percobaan, pengaruh yang membahayakan seperti misalnya meningkatnya kepekaan terhadap radang saluran pernafasan, dapat terjadi setelah mendapat pajanan sebesar 100 µg/m3 . Percobaan pada manusia menyatakan bahwa kadar NO2 sebsar 250 µg/m3 dan 500 µg/m3 dapat mengganggu fungsi saluran pernafasan pada penderita asma dan orang sehat.

3. Karbon Monoksida

Karakteristik biologis yang paling penting dari CO adalah kemampuannya untuk berikatan dengan hemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut oksigen ke seluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihemoglobin (HbCO) yang 200 kali lebih stabil dibandingkan oksihemoglobin (HbO2). Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh. Kondisi seperti ini dapat berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan keracunan. Selain itu, metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil tersebut (Anonim2, 2004). Dampak keracunan CO ini ternyata sangat berbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau sirkulasi darah periferal yang parah.
Dampak dari CO bervariasi tergantung dari status kesehatan seseorang pada saat terpapar. Pada beberapa orang yang berbadan gemuk dapat mentolerir paparan CO sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40 % dalam waktu singkat. Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau paru-paru akan menjadi lebih parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar 5– 10 %. Pengaruh CO dalam kadar tinggi terhadap sistem syaraf pusat dan sistem kardiovaskular juga telah banyak diketahui (Anonim, 2004). 
Walaupun kadar CO yang tinggi dapat menyebabkan perubahan tekanan darah, meningkatkan denyut jantung, ritme jantung menjadi abnormal gagal  jantung, dan kerusakan pembuluh darah periferal, tidak banyak didapatkan data tentang pengaruh paparan CO kadar rendah terhadap sistem kardiovaskular. Namun tidak cukup bukti yang menyatakan bahwa karbon monoksida menyebabkan penyakit jantung atau paru-paru, tetapi jelas bahwa CO mampu mengganggu transport oksigen ke seluruh tubuh yang dapat berakibat serius pada seseorang yang telah menderita sakit jantung atau paru-paru. 
Studi epidemiologi tentang kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung dan kadar CO di udara yang dibagi berdasarkan wilayah, sangat sulit untuk ditafsirkan. Namun dada terasa sakit pada saat melakukan gerakan fisik, terlihat  jelas akan timbul pada pasien yang terpapar CO dengan kadar 60 mg/m3, yang menghasilkan kadar HbCO mendekati 5%. Walaupun wanita hamil dan janin yang dikandungnya akan menghasilkan CO dari dalam tubuh (endogenous) dengan kadar yang lebih tinggi, paparan tambahan dari luar dapat mengurangi fungsi oksigenasi jaringan dan plasental, yang menyebabkan bayi dengan berat badan rendah (Anonim, 2004). Berikut ini data tabel hubungan konsentrasi CO dalam darah dengan kesehatan.

Tabel 2. Konsentrasi CO dalam Darah
Konsentrasi CO di udara (ppm)
Konsentrasi ekuilibrium COHb di dalam darah (%)
10
20
30
50
70
2.1
3.7
5.3
8.5
11.7

Tabel 3. Konsentrasi COHb dan Pengaruhnya
Konsentrasi COHb dalam darah (%)
Pengaruhnya terhadap kesehatan
<1.0
1.0-2.0



>= 5.0
10.0-80.0
Tidak ada pengaruhnya
Penampilan agak normal
Pengaruhnya terhadap sistem saraf sentral, reaksi panca indra tidak normal, benda terlihat agak kabur

Perubahan fungsi jantung dan pulmonary
Kepala pening, mual, berkunang-kunang, pingsan, kesukaran bernafas, kematian


4. Timbal (Pb)

Pengaruh Pb pada kesehatan yang terutama adalah pada sintesa haemoglobin dan sistem pada syaraf pusat maupun syaraf tepi. Pengaruh pada sistem pembentukkan Hb darah yang dapat menyebabkan anemia, ditemukan pada kadar Pb-darah kelompok dewasa 60-80µg/100 ml dan kelompok anak > 40 µg/100 ml. Pada kadar Pb-darah kelompok dewasa sekitar 40 µg/100 ml diamati telah ada gangguan terhadap sintesa Hb, seperti meningkatnya ekskresi asam aminolevulinat (ALA). Pengaruh pada enzim §-ALAD dapat diamati pada kadar Pb-darah sekitar 10µg/100 ml. Akumulasi protoporfirin dalam eritrosit (FEP) yang merupakan akibat dari terhambatnya aktivitas enzim ferrochelatase , dapat terlihat pada wanita edngan kadar Pb-darah 20-30 µg/100 ml, pada pria dengan kadar 25-35 µg/100 ml, dan pada anak dengan kadar > 15 µg/100 ml. Pengaruh Pb terhadap hambatan aktivitas enzim ALAD tidak menyatakan adanya keracunan yang membahayakan, tetapi dapat menunjukkan adanya pajanan Pb terha dap tubuh. Meningkatnya ekskresi ALA dan akumulasi FEP dalam urin mencerminkan adanya kerusakan fungsi fisiologi yang pada akhirnya dapat merusak fungsi metokhondrial.
Pengaruh pada syaraf otak anak diamati pada kadar 60µg/100 ml, yang dapat menyebabkan gangguan pada perkembangan mental anak. Penelitian pada pengaruh Pb yang dikaitkan IQ anak telah banyak dilakukan tetapi hasilnya belum konsisten. Sistem syaraf pusat anak lebih peka dibandingkan dengan orang dewasa. Gangguan terhadap fungsi syaraf orang dewasa berdasarkan uji psikologi diamati pada kadar Pb darah 50 µg/100 ml. Sedangkan gangguan sistem syaraf tepi diamati pada kadar Pbdarah 30 µg/100 ml. Timbel dapat menembus plasenta, dan karena perkembangan otak yang khususnya peka terhadap logam ini, maka janinlah yang terutama mendapat resiko.

5. Ozon

Karena ozon lebih rendah lagi larutannya dibandingkan SO2 maupun NO2, maka hampir semua ozon dapat menembus sampai alveoli. Ozon merupakan senyawa oksidan yang paling kuat dibandingkan NO2 dan bereaksi kuat dengan jaringan tubuh. Evaluasi tentang dampak ozon dan oksidan lainnya terhadap kesehatan yang dilakukan oleh WHO task group menyatakan pemajanan oksidan fotokimia pada kadar 200-500 µg/m³ dalam waktu singkat dapat merusak fungsi paru-paru anak, meningkat frekwensi serangan asma dan iritasi mata, serta menurunkan kinerja para olaragawan.
Oksidan fotokimia masuk kedalam tubuh dan pada kadar subletal dapat mengganggu proses pernafasan normal, selain itu oksidan fotokimia juga dapat menyebabkan iritasi mata. Beberapa gejala yang dapat diamati pada manusia yang diberi perlakuan kontak dengan ozon, sampai dengan kadar 0,2 ppmtidak ditemukan pengaruh apapun, pada kadar 0,3 ppm mulai terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan. Kontak dengan Ozon pada kadar 1,0–3,0 ppm selama 2 jam pada orang-orang yang sensitif dapat mengakibatkan pusing berat dan kehilangankoordinasi. Pada kebanyakan orang, kontak dengan ozon dengan kadar 9,0 ppm selama beberapa waktu akan mengakibatkanedema pulmonari.

6. Partikulat (TSP, PM10, PM 2,5)

Partikulat adalah padatan ataupun likuid di udara dalam bentuk asap, debu dan uap yang berdiameter sangat kecil (mulai dari <1 mikron sampai dengan 500 mikron), yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama. Disamping mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke ke dalam sistem pernafasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernafasan dan kerusakan paru-paru. Partikel yang terhisap ke dalam sistem pernafasan akan disisihkan tergantung dari diameternya. Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernafasan atas, sedangkan partikel kecil yang dapat terhirup (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan di dalam tubuh dalam  waktu yang lama. Partikel inhalable adalah partikel dengan diameter di bawah 10 µm (PM10). PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernafasan, pada konsentrasi 140 µg/m3 dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 µg/m3 dapat memperparah kondisi penderita bronkhitis. Toksisitas dari partikel inhalable tergantung dari komposisinya
Partikel inhalable juga dapat merupakan partikulat sekunder, yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di atmosfer, misalnya partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO2 dan NOx. Umumnya partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Proporsi mayor dari PM2,5 adalah amonium nitrat, ammonium sulfat, natrium nitrat dan karbon organic sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari sumbernya. Partikel sekunder PM2,5 dapat menyebabkan dampak yang lebih berbahaya terhadap kesehatan bukan saja karena ukurannya yang memungkinkan untuk terhisap dan masuk lebih dalam ke dalam sistem pernafasan tetapi juga karena sifat kimiawinya.

Partikel sulfat dan nitrat yang inhalable serta bersifat asam akan bereaksi langsung di dalam sistem pernafasan, menimbulkan dampak yang lebih berbahaya daripada partikel kecil yang tidak bersifat asam. Partikel logam berat dan yang mengandung senyawa karbon dapat  mempunyai efek karsinogenik, atau menjadi carrier pencemar toksik lain yang berupa gas atau semi-gas karena menempel pada permukaannya. Termasuk ke dalam partikel inhalable adalah partikel Pb yang diemisikan dari gas buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar mengandung Pb. Timbal adalah pencemar yang diemisikan dari kendaraan bermotor dalam bentuk partikel halus berukuran lebih kecil dari 10 dan 2,5 mikrometer.

DAMPAK TERHADAP EKOSISTEM DAN LINGKUNGAN


Sumber [2]


1. Sulfur Dioksida


Sulfur dioksida merupakan salah satu kontributor utama hujan asam. Pada dasarnya hujan asam disebabkan oleh 2 polutan udara, yakni SO2 dan NOx. Sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer di seluruh dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan yang terjadi secara alami pula. Namun 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia. Kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan emisi SO2 antara lain peleburan logam dan pembangkit listrik. Terjadinya hujan asam harus diwaspasai karena dampak yang ditimbulkan bersifat global dan dapat menganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Kelebihan zat asam pada danau akan mengakibatkan spesies yang ada didalamnya sulit bertahan. Jenis plankton dan invertebrate adalah makhluk yang akan pertama kali mati akibat pengaruh pengasaman. Jika pH pada danau dibawah 5, lebih dari 75% dari spesies ikan akan hilang (Anonim, 2002). Ini disebabkan oleh pengaruh rantai makanan, yang secara signifikan berdampak pada keberlangsungan ekosistem yang telah berjalan. 

2. Nitrogen dioksida


Oksida nitrogen juga merupakan kontributor utama smog dan deposisi asam. Nitrogen oksida bereaksi dengan senyawa organik volatil membentuk ozon dan oksidan lainnya seperti peroksiasetilnitrat (PAN) di dalam smog fotokimia, dan dengan air hujan menghasilkan asam nitrat dan menyebabkan hujan asam. Deposisi asam basah (hujan asam) dan kering (bila gas NOx membentuk partikel aerosol nitrat dan terdeposisi ke permukaan bumi) dapat membahayakan tanaman, pertanian, ekosistem perairan dan hutan. Hujan asam dapat mengalir memasuki danau dan sungai lalu melepaskan logam berat dari tanah serta mengubah komposisi kimia air. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan dan bahkan memusnahkan kehidupan air.

3. Karbon Monoksida


Karbon monoksida pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan gangguan ekosistem serta lingkungan. Akibatnya, kualitas udara menjadi menurun akibat karbon monoksida dalam konsentrasi yang jauh melebihi ambang batas yang seharusnya. 

4. Timbal


Transportasi dan distribusi timbal dari sumber emisi utama sebagian besar melalui medium udara. Ketika timbal keluar melalui aliran udara, maka sekitar 20% timbal akan terdispersi menyebar secara luas. Di dalam tanah, timbal terakumulasi, terutama oleh tanah dengan kandungan organic tinggi. Timbal disimpan di dalam tanah kemudian ditransfer hingga lapisan atas permukaan tanah dimana ia dapat bertahan selama bertahun-tahun bahkan hingga 2000 tahun. Pada ekosistem yang belum dijamah, material organic pada bagian atas permukaan tanah dapat menahan timbal. Sedangkan pada tanah yang sudah dijamah, timbal akan bercampur dengan tanah hingga kedalaman tertentu bahkan hingga zona akar. Timbal yang berada di dalam tanah dapat  berpindah dan menempel pada mikroorganisme dan mempengaruhi rantai makanan. 

5. Ozon


Ozon dapat memiliki efek merugikan pada tanaman dan ekosistem. Efek ini meliputi:
  • hilangnya keanekaragaman spesies (kurang berbagai tanaman, hewan, serangga, dan ikan)
  • perubahan pada berbagai spesifik tanaman ini di hutan
  • perubahan kualitas habitat
  • perubahan air dan nutrisi siklus
  • mengganggu kemampuan tanaman untuk memproduksi dan menyimpan makanan, membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit tertentu, serangga, polutan lainnya, kompetisi dan cuaca yang keras;
  • merusak daun pohon dan tanaman lainnya, berdampak negatif pada penampilan vegetasi perkotaan, serta vegetasi di taman nasional dan tempat rekreasi
  • mengurangi pertumbuhan hutan dan hasil panen, berpotensi berdampak keragaman spesies dalam ekosistem

6. Partikulat (TSP, PM10, PM 2,5)


Partikel dapat terbawa hingga jarak jauh oleh angin dan kemudian menetap di tanah atau air. Tergantung pada komposisi kimianya, efek dari pengendapan partikulat dapat mencakup:

  • ·         mengubah keseimbangan nutrisi di perairan pesisir dan lembah sungai yang besar
    ·         penipisan nutrisi dalam tanah
    ·         merusak hutan sensitif dan tanaman pertanian
    ·         mempengaruhi keragaman ekosistem
    ·         berkontribusi terhadap efek hujan asam

DAMPAK TERHADAP HEWAN

Sumber [3]


1. Sulfur dioksida


Hewan memiliki ambang toleransi terhadap hujan asam. Spesies hewan tanah yang mikroskopis akan langsung mati pada saat pH tanah meningkat, karena sifat hewan mikrosopis adalah sangat spesifik dan juga rentan pada perubahan lingkungan yang signifikan atau ekstrim. Jika jumlah produsen atau tumbuhan menurun, maka spesies hewan akan kekurangan bahan makanan sehingga populasi dari hewan akan berkurang pula. Berbagai penyakit juga dapat ditimbulkan akibat kulit hewan yang terkena air dengan tingkat keasaman tinggi. Hal ini berujung pada kepunahan spesies dari hewan. 

2. Nitrogen Dioksida


Sama seperti halnya sulfur dioksida, nitrogen dioksida akan mengancam keberadaan spesies hewan di dunia akibat hujan asam yang ditimbulkannya. Akibat timbulnya hujan asam, tumbuhan pembuat makanan produksinya akan menurun. Hal ini berimbas pada penurunan spesies hewan herbivora yang kekurangan bahan makanan. Spesies hewan tanah mikroskopis seperti yang telah dijelaskan sebelumnya juga akan mati pada saat pH tanah meningkat, karena hewan spesies ini rentan terhadap perubahan lingkungan yang dirasa ekstrim. Air asam juga mampu menimbulkan berbagai penyakit kepada hewan , salah satunya penyakit kulit akibat tetesan air yang terkena pada hewan.

3. Karbon Monoksida


Akibat dari produksi karbon monoksida yang berlebihan, hal ini dapat mempengaruhi terjadi efek rumah kaca yang mengakibatkan terjadinya pemanasan global. Jika pemanasan global semakin parah, maka dapat terjadi perubahan iklim yang mampu mengancam habitat hewan karena tidak mampu lagi bertahan hidup akibat perubahan kondisi hidup sekitarnya yang berubah secara ekstrim.  Selain itu, sama seperti yang terjadi pada manusia, hewan juga dapat mengalami keracunan karbon monoksida akibat hemoglobin pada darah bukan mengikat oksigen, melainkan mengikat karbon monoksida. Hal ini dapat menyebabkan kematian pada hewan. 

4. Timbal


Timbal  mempengaruhi sistem saraf pusat hewan dan menghambat kemampuan mereka untuk mensintesis sel darah merah. konsentrasi darah utama di atas 40 mg / dl dapat menghasilkan gejala klinis diamati pada hewan domestik. Kalsium dan fosfor dapat mengurangi penyerapan timbal dalam proses pencernaan. Laporan US EPA menyatakan bahwa diet teratur 2-8 mg timbal per kilogram berat badan per hari, selama jangka waktu tertentu, akan menyebabkan kematian pada kebanyakan hewan. hewan ternak  dapat secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi pakan  yang terkontaminasi oleh timbal di udara dan secara tidak langsung oleh timbal  yang diserap melalui akar tanaman. Invertebrata juga dapat mengakumulasi timbal  hingga mencapai tahap toxic bagi predator mereka.
Keberadaan timbal dapat mengancam ekosistem. Setelah tiga sampai sepuluh hari  unggas air mengonsumsi timbal, racun akan mencapai aliran darah dan dibawa ke organ utama, seperti jantung, hati dan ginjal. Dengan 17 hari 21 burung dapat  jatuh ke daratan hingga mati. Setelah mengonsumsi timbal, kadar toksiksitas telah diamati pada  angsa Magpie , Black Swan, dan  beberapa spesies bebek lainnya (termasuk bebek hitam dan bebek Musk) dan spesies pandir . Timbal organik jauh lebih mudah diambil oleh burung dan ikan. Organisme air mengambil timbal anorganik melalui transfer timbal dari air dan sedimen; ini adalah proses yang relatif lambat. Timbal organic dapat dengan cepat diambil oleh organisme air dari air dan sedimen. Hewan air dipengaruhi oleh timbal pada konsentrasi air yang lebih rendah daripada yang diperkirakan sebelumnya aman bagi satwa liar. 

5. Ozon


Akibat ekosistem yang terganggu oleh produksi ozon, maka rantai makanan juga akan ikut terganggu. Sehingga, hal ini akan mengancam keberadaan populasi hewan sehingga ekosistem yang berjalan tidak seimbang. Faktor yang utama mengakibatkan hal ini adalah terancamnya tumbuhan-tumbuhan autotrof, yang merupakan produsen dari rantai makanan, dimana tumbuhan merupakan sumber makanan utama dari hewan herbivora. 

6. Partikulat (TSP, PM10, PM 2,5)


Partikulat ikut berperan dalam terganggunya pertumbuhan tanaman, hujan asam, dan berbagai kerusakan ekosistem lain yang telah dijelaskan sebelumnya. Akibatnya, populasi hewan akan terancam akibat tumbuhan-tumbuhan autotroph tidak dapat memproduksi makanan dan menganggu siklus rantai makanan yang berjalan.


DAMPAK TERHADAP TUMBUHAN

Sumber [4]

1. Sulfur Dioksida


Walaupun SO2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia hanya merupakan bagian kecil dari SO2 yang ada di atmosfer, namun gas ini memberikan pengaruh serius karena dapat langsung meracuni makhluk disekitarnya. Selain itu, sulfur dioksida juga berbahaya bagi tanaman. Adanya gas ini pada konsentrasi tinggi dapat membunuh jaringan pada daun, pinggiran daun dan daerah diantara tulang-tulang daun rusak. Pada tumbuhan, daun adalah bagian yang paling peka terhadap pencemaran SO2. Pada bagian daun pada tumbuhan yang tercemar, akan terdapat bercak atau noda putih atau coklat merah pada permukaan daun. Dalam beberapa hal, kerusakan pada tumbuhan ini disebabkan karena SO2 dan SO3 di udara, yang masing-masing membentuk asam sulfit dan asam sulfat. Suspensi asam di udara ini dapat terbawa turun ke tanah bersama air hujan dan mengakibatkan air hujan bersifat asam. Sifat asam dari air hujan ini dapat menyebabkan korosif, termasuk bahan pakian dan tumbuhan.

2. Nitrogen dioksida


Pencemaran udara telah menghambat fotosintesis dan immobilisasi hasil fotosintesis dengan pembentukan metabolit sekunder yang potensial beracun. Sebagai akibatnya akar kekurangan energi, karena hasil fotosintesis tertahan di tajuk. Sebaliknya tahuk mengakumulasikan zat yang potensial beracun tersebut. Dengan demikian pertumbuhan akar dan mikoriza terhambat sedangkan daunpun menjadi rontok. Pohon menjadi lemah dan mudah terserang penyakit dan hama.
Penurunan pH tanah akibat deposisi asam juga menyebabkan terlepasnya aluminium dari tanah dan menimbulkan keracunan. Akar yang halus akan mengalami nekrosis sehingga penyerapan hara dan iar terhambat. Hal ini menyebabkan pohon kekurangan air dan hara serta akhirnya mati. Hanya tumbuhan tertentu yang dapat bertahan hidup pada daerah tersebut, hal ini akan berakibat pada hilangnya beberapa spesies. Ini juga berarti bahwa keragaman hayati tamanan juga semakin menurun.
Kadar NO2 sebesar 25 ppm yang pada umumnya dihasilkan adari emisi industri kimia, dapat menyebabkan kerusakan pada banayak jenis tanaman. Kerusakan daun sebanyak 5 % dari luasnya dapat terjadi pada pemajanan dengan kadar 4-8 ppm untuk 1 jam pemajanan. Tergantung dari jenis tanaman, umur tanaman dan lamanya pemajanan, kerusakan terjadi dapat bervariasi. Kadar NO2 sebesar 0,22 ppm dengan jangka waktu pemajanan 8 bualan terus menerus, dapat menyebabkan rontoknya daun berbagai jenis tanaman.

 3. Karbon Monoksida

Sama seperti yang terjadi pada hewan, tumbuhan yang tidak mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan dan suasana yang ekstrim, tidak akan mampu bertahan hidup. Karbon monoksida merupakan salah satu gas pencemar udara yang dapat mengakibatkan pemanasan global sehingga dapat terjadi perubahan iklim yang mampu merubah ekosistem serta siklus hidup flora saat ini. 

4. Timbal


Tanaman di tanah cenderung menyerap timbal dari tanah dan mempertahankan sebagian besar timbal di dalam akar. Terdapat beberapa bukti yang menyatakan bahwa dedaunan tanaman juga dapat menyerap timbal (dan ada pula kemungkinan bahwa timbal dapat berpindah menuju bagian lain dari tanaman). Penyerapan timbal oleh akar tanaman dapat dikurangi dengan menambahkan kalsium dan fosfor ke dalam tanah. Beberapa spesies tanaman memiliki kapasitas untuk mengakumulasi konsentrasi timbal yang tinggi.
Pori-pori pada daun tanaman membiarkan karbon dioksida yang diperlukan untuk fotosintesis dan memancarkan oksigen. Polusi dari timbal menutupi permukaan daun dan mengurangi jumlah cahaya yang dapat diserap oleh daun. Hal ini menyebabkan pengerdilan pertumbuhan atau membunuh tanaman dengan mengurangi laju fotosintesis, menghambat respirasi, mendorong perpanjangan sel tumbuhan yang mempengaruhi perkembangan akar 0; dengan menyebabkan penuaan pra-matang. Beberapa bukti menunjukkan bahwa timbal dapat mempengaruhi genetika populasi. Semua efek ini telah diamati dalam sel terisolasi atau di hidroponik tumbuh tanaman dalam larutan dari sekitar 1-2 ppm timbal dalam tanah yang lembab.
Timbal dalam udara dapat ditransfer pada tanaman secara langsung, jatuh melalui udara atau secara tidak langsung melalui tanah. Pola dan tingkat akumulasi timbal tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan pertumbuhan vegetasi; yaitu, periode pertumbuhan aktif di musim semi dibandingkan dengan periode pertumbuhan yang rendah seperti pada musim gugur dan musim dingin.

5. Ozon


Ozon memasuki daun melalui stomata selama pertukaran gas normal. Sebagai oksidan yang kuat, ozon (atau produk sekunder yang dihasilkan dari oksidasi oleh ozon seperti spesies oksigen reaktif) menyebabkan beberapa jenis gejala termasuk klorosis dan nekrosis. Hal ini hampir tidak mungkin untuk mengatakan apakah klorosis daun atau nekrosis di lapangan disebabkan oleh ozon atau penuaan normal. Namun, terdapat beberapa jenis gejala tambahan yang umumnya terkait dengan paparan ozon, salah satunya adalah adanya flek (bintik kecil berdiameter kurang dari 1 mm ), stipples (daerah kecil berpigmen gelap berdiameter sekitar 2-4 mm), bronzing dan kemerahan.
Gejala pemaparan ozon biasanya terjadi antara urat-urat pada permukaan daun bagian atas yang lebih tua dan daun setengah baya, selain itu juga dapat melibatkan kedua permukaan daun (bifacial) untuk beberapa spesies. Jenis dan tingkat keparahan kerusakan tergantung pada beberapa faktor termasuk durasi dan konsentrasi paparan ozon, kondisi cuaca dan genetika tanaman. Salah satu atau semua gejala ini dapat terjadi pada beberapa spesies dengan kondisi tertentu, dan gejala spesifik pada satu spesies dapat berbeda dari gejala yang lain. Dengan paparan ozon harian yang terus menerus, gejala klasik (stippling, flecking, bronzing, dan kemerahan) secara bertahap dikaburkan oleh klorosis dan nekrosis.
Studi yang dilakukan pada ruang lapangan telah berulang kali diverifikasi bahwa flecking, stippling, bronzing dan kemerahan pada daun tanaman merupakan respon klasik untuk tingkat ambient ozon. Tanaman yang ditanam di suatu ruang menerima udara yang telah disaring dengan menggunakan arang aktif (untuk mengurangi konsentrasi ozon ) tidak menghasilkan gejala yang terjadi pada tanaman yang ditanam di udara yang tidak difilter terlebih dahulu.

6. Partikulat (TSP, PM10, PM 2,5)


Paparan konsentrasi massa tertentu PM di udara dapat menyebabkan tanggapan phytotoxic yang berbeda, tergantung pada campuran tertentu dari partikel diendapkan. deposisi partikel dan efek pada vegetasi terhindarkan meliputi :
(1) nitrat dan sulfat dan hubungan antar keduanya dalam bentuk deposisi asam dan pengasaman  
(2) elemen dan logam berat, termasuk timah. 
Debu dengan nilai pH ≥ 9, dapat menyebabkan kerusakan secara langsung pada jaringan daun di mana mereka disimpan atau tidak langsung melalui perubahan pH tanah dan debu yang membawa garam larut beracun juga akan memiliki efek yang merugikan pada tanaman pertukaran .Energi antara vegetasi dan lingkungan sekitarnya melibatkan penyerapan dan konversi radiasi gelombang pendek dan emisi radiasi gelombang panjang. Debu diendapkan pada permukaan daun mengubah sifat-sifatnya yang optik, terutama reflektansi permukaan dalam gelombang kisaran radiasi infra merah terlihat dan jumlah cahaya yang tersedia untuk fotosintesis. Ketika debu mengubah sifat optik dari permukaan yang tertutup salju, hal ini dapat menyebabkan suhu permukaan vegetasi 4-11,5 oC di atas lingkungan ambien (Spatt dan Miller 1981; Spencer dan Tinnin, 1997), perubahan struktur dan komposisi komunitas tumbuhan (Auerbach et al. , 1997; Spencer dan Tinnin, 1997), dan perubahan pola penggembalaan hewan (Walker dan Everett 1987). Dalam lingkungan gurun, banyak debu jalan 40 g m-2 meningkatkan suhu daun dengan 2 sampai 3 oC (Sharifi et al., 1997). Debu yang terakumulasi pada permukaan daun dapat mengganggu difusi gas antara daun dan udara. Sedimentasi partikel kasar mempengaruhi permukaan atas daun lebih (Thompson et al, 1984;. Kim et al, 2000.) Sementara partikel halus mempengaruhi permukaan yang lebih rendah (Ricks dan Williams 1974; Krajickova dan Me Fowler et al, 1989;. Beckett di al. 2000). 

DAMPAK TERHADAP MATERIAL

Sumber [5]

1. Sulfur Dioksida


Kerusakan oleh sulfur dioksida dialami oleh bangunan yang berbahan dasar seperti batu kapur, batu pualam dan dolomit. Efek dari kerusakan ini akan tampak pada penampilan, integritas struktur, dan umur dari gedung tersebut (Anonim, 2011). Kerusakan pada bangunan dapat disebabkan karena SO2 dan SO3 di udara, yang masing-masing membentuk asam sulfit dan asam sulfat. Suspensi asam di udara ini dapat terbawa turun ke tanah bersama air hujan dan mengakibatkan air hujan bersifat asam. Sifat asam dari air hujan ini dapat menyebabkan korosif pada logam-logam dan rangka -rangka bangunan, sehingga material menjadi rusak. Hujan asam dapat mempercepat terjadinya proses pengkaratan dari beberapa material seperti batu kapus, pasirbesi, marmer, batu pada dinding beton serta logam. Hujan asam mampu merusak batuan sebab akan melarutkan kalsium karbonat, meninggalkan Kristal pada batuan yang telah menguap.

2. Nitrogen dioksida


Hujan asam juga dapat mempercepat proses pengkaratan dari beberapa material seperti batu kapur, pasirbesi, marmer, batu pada diding beton serta logam. Ancaman serius juga dapat terjadi pada bagunan tua serta monument termasuk candi dan patung. Hujan asam dapat merusak batuan sebab akan melarutkan kalsium karbonat, meninggalkan kristal pada batuan yang telah menguap. Seperti halnya sifat kristal semakin banyak akan merusak batuan.

3. Karbon Monoksida


Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia. Karbon monoksida yang berasal dari alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan badai listrik alam. Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar bensin. Karbon monoksida mampu mengakibatkan bekas kehitaman pada bahan yang tercemar.

4. Timbal


Timbal atau timah hitam merusak lingkungan dengan tampak terlihat berdebu dan kotor misalnya akibat asap pembuangan kendaraan bermotor yang pada umumnya mengandung Pb (Santi, 2001). Hal Ini tentu mengotori material di sekitar emisi Pb.

5. Ozon


Ozon memiliki sifat sebagai oksidator kuat. Sifat dari ozon ini dapat menimbulkan korosi pada material yang dikenainya. Hal ini menyebabkan kerusakan material dari bentuk semula. 

6. Partikulat (TSP, PM10, PM 2,5)


PM dapat menodai dan batu kerusakan dan bahan lainnya, termasuk benda-benda budaya penting seperti patung dan monumen. Beberapa dari efek ini terkait dengan efek hujan asam pada bahan. Jika partikulat yang menempel pada debu bersifat korosif, maka penempelan partikulat pada material dapat merusak material tersebut. Selain itu, partikulat juga dapat menurunkan nilai estetis suatu material, sehingga partikulat pada material harus dibersihkan.



DAFTAR PUSTAKA









https://www.lead.org.au/lanv1n2/lanv1n2-8.html ; diakses tanggal 30 Januari 2017



DAFTAR PUSTAKA GAMBAR











0 Comments:

Posting Komentar